WN–Soreang: Ketua Komisi D Maulana Fahmi mengatakan, audensi yang dihadiri dinas tenaga kerja tersebut, terkait penomena perusahaan secara global bukan kasuistik satu perusahaan, meskipun persoalaan
kasuistik banyak terjadi di perusahaan.
“Kita komitmen memperkuat untuk menyelesaikan persoalan perusahaan itu, karena tidak sertamerta bisa selesai, jadi perlu waktu. Meski demikian kita selesaikan satu persatu,” kata Maulana Fahmi, usai audensi dengan SPSI, kaitan ancaman PHK sekitar 13 ribu pekerja, di ruang Banmus, Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Komplek Perkantoran Pemkab Bandung, Soreang, Jawa Barat, Selasa (18/8-2020).
Menurut Fahmi (panggilan akrabnya), dewan juga tidak bisa langsung turun ke bawah untuk menyelsaikan persoalan pekerja, terutama PHK. “Karena kita dibatasi aturan, misalnya memanggil langsung pengusaha lalu kita putuskan, kan tidak bisa, harus ada Bipartit, antara pihak pengusaha, pekerja, kita mediasi oleh dinas tenaga kerja,” kata anggota dewan dari Fraksi PKS ini.
Fahmi menyebutkan, ada beberapa poin kesepakan dalam audensi tadi. Antara lain, memperkuat Perdà ketenagakerjaan, melindungi keberlangsungan usaha dan melindungi hak-hak pekerja.
‘Ada Perda Nomor 3 tahun 2013, kalau perlu kita tinjau ulang atau kalau perlu diperkuat kita revisi, tapi kita perlu perdalam lagi dan kita pelajari dulu,” ungkap Fahmi.
Fahmi mengatakan, dewan mengharapkan pesoalan PHK agar bisa dihindari. Karena banyak jalan untuk menghindari PHK, misalnya jam kerjanya diatur atau bisa dirumahkan, namun harus ada konsekwensinya.
“Kalau pun harus ada PHK, tentu harus ada aturannya, ada syaratnya, ada konsekwensi, yaitu bayar pesangon, mediasi, itu harus ditempuh,” kata Fahmi.
Pesoalan PHK ini, imbuh Fahmi, banyak yang dilanggar perusahaan. Seperti tidak mau bayar pesangon, pesangon yang kurang, di rumahkan tapi gajinya tidak dibayar. Makanya pesoalan seprti itu harus diselesaikan satu persatu.
Fahmi mengatakan, ancaman PHK masal itu akibat kondisi perusahaan yabg beragam. Namun saatbini kebanyakan perusahaan akibat tergangu dampak covid 19.
“Kita kan tidak bisa memaksakan perusahaan dalam kondisi pailit untuk bayarkan pesangon, namun tetap harus sesusai ketentuan. Kita kan dipagari undang-undang, minimal dinas tenaga kerja dan dewan berbicara secara normatif supaya tidak ada pelanggaran terhadap norma atau aturan ini. Dan hasil kesepakatan audensi tadi dewan dan dinas tenaga kerja sesuai tufoksi kita dorong terus agar persoalan itu selesai satu persatu,” papar Fàhmi. *deddy