SOREANG, WN.net — Seni Sunda yang satu ini mungkin sudah terlupakan sebagian masyarakat Sunda. Padahal seni warisan leluhur ini memiliki nilai seni yang begitu tinggi, sehingga seni kearifan lokal ini perlu terus dikembangkan dan dilestarikan agar tidak musnah tergerus peradaban zaman.
Guna melestarikan seni Sunda yang satu ini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung, menggelar Pasanggiri Kawih Sunda.
“Tujuan pasanggiri kawih Sunda yang penuh kearifan ini untuk melestarikan seni budaya Sunda,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung, H. Agus Firman Zaini, usai membuka Pasanggiri Kawih Sunda 2019 yang berlangsung di Gedong Budaya Sabilulungan, Jalan Al Fathu, Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa (19-11-2019).
Menurut Agus Firman, sudah merupakan kewajiban untuk melestarikan seni budaya Sunda.
“Orang Sunda harus bangga dengan kekayaan seni budayanya. Kawih Sunda ini konten lagunya berisi pepatah. Apalagi dengan legenda Mang Koko yang begitu dalam, dalam ‘rumpaka’-nya,” ucap Agus Firman.
Pasanggiri Seni Kawih ini, tutur Agus Firman, diawali para guru, untuk kemudian diaplikasikan kepada anak-anak didiknya.
“Karena itu, pagelaran ini pesertanya khusus guru-guru. Tujuan utamanya bukan kepada guru, tapi sasaran berikutnya pada anak didiknya. Guru dituntut untuk mengembangkan, menggali, ngaderes seni budaya, kemudian disampaikan kepada anak didiknya,” papar Agus.
Guru, tuturnya, sebagai agent of change atau agenda pembaharuan, dari guru untuk siswa. Diharapkan nantinya kawih Sunda ini bisa disampaikan dari guru untuk siswanya.
Agus juga berharap, ke depan pasanggiri kawih Sunda ini bisa diselenggarakan untuk tingkat siswa sekolah.
“Sambil mengevaluasi dari kegiatan ini, ada enggak nilai manfaatnya bagi sekolah atau siswa,” kata Agus.
Pasanggiri kawih Sunda ini, sambung Agus, ternyata cukup diminati para guru.
Lomba yang berlangsung dua hari ini, diikuti 62 peserta, terdiri atas guru putra putri perwakilan dari 31 kecamatan di Kabupaten Bandung, yang dikirimkan oleh masing-masing Pengurus Cabang PGRI kecamatan. Setiap kecamatan dua peserta, baik dari guru PAUD, SD, SMP, sampai SMA atau MA.
“Kegiatan ini perlu diapresiasi, karena baru digelar di tingkat kabupaten. Di tingkat provinsi belum ada,” tuturnya.
Bagi peserta yang berprestasi (pinunjul), panitia nemberikan penghargaan serta ada respon dari pengurus PGRI Kabupaten Bandung. Untuk juara satu sampai harapan tiga diberi hadiah “kacapi” yang bisa dimanfaatkan untuk latihan rutin di kecamatan masing masing.** Deddy R.