WN–BANDUNG: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyelenggarakan kegiatan webinar ”Urgensi Surat Keterangan Pendamping Ijazah Bagi Mahasiswa”, Jumat (21/8/2020). Seminar yang diselenggarakan secara langsung melalui aplikasi zoom ini menghadirkan dua pembicara yaitu Dr. (Cand) Sampurno Wibowo, S.E., M.Si., dan Dr. H. Ija Suntana, M.Ag.
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dr. H. Ahmad Sarbini, M.Ag membuka seminar virtual yang dihadiri oleh 165 peserta dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Dalam sambutannya, Ahmad Sarbini mengapresiasi kegiatan dengan sepenuh hati. “Dengan webinar ini, kita bukan hanya dapat memetik pengetahuan, pengalaman, dan wejangan dari para narasumber, tetapi juga menjadi motivasi dan pemicu bagi perguruan tinggi untuk segera secara serius mendesain SKPI yang akan dikeluarkan, baik untuk para mahasiswa maupun para lulusan,” ujarnya, seraya berharap para mahasiswa mendokumentasikan rekam jejak dan prestasi yang telah mereka peroleh.
Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Bandung, Ija Suntana yang tampil sebagai pemateri pertama dengan memaparkan masalah SKPI secara garis besar. Ija mengatakan, SKPI merupakan rekam jejak keahlian dan dokumen prestasi mahasiswa saat berada di bangku perkuliahan.
Menurutnya, SKPI penting karena dapat membantu menjelaskan kemampuan atau penguasaan seorang mahasiswa. SKPI ini merupakan dokumen terkait keahlian dan kecakapan seseorang yang akan menunjang kariernya kelak di dunia kerja. SKPI memang berbeda dengan ijazah dan transkrip nilai, tapi SKPI ini juga memiliki nilai penting tersendiri. “SKPI itu adalah sebuah narasi tentang kualitas orang yang digambarkan secara kuantitatif dalam ijazah dan transkrip nilai.”
Pemateri kedua, Senior Consultant for LSP Development, Sampurno Wibowo berbicara terkait sertifikasi kompetensi sebagai penguat SKPI dalam perspektif lembaga sertifikasi profesi. Dalam pemaparannya, ia mengatakan, payung hukum terkait SKPI ini termaktub pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta peraturan lainnya.
Sertifikasi kompetensi, ungkapnya, akan menunjukkan bidang keakhlian atau spesialisasi kemampuan dalam bidang tertentu. Namun begitu, tidak berarti bahwa sertifikasi itu menutup kemungkinan bahwa seseorang itu memiliki kompetensi lebih dari satu. “Karena itu, sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan lembaga sertifikasi yang terlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) hanya berlaku 3 tahun,” ujar Sampurno.
Kegiatan webinar diakhiri dengan sesi tanya jawab dari peserta kepada para pemateri dan pengumuman pemenang door prize berupa buku dari Rajawali Pers. Di akhir acara, closing statement juga diberikan oleh kedua pembicara.
Menurut Sampurno, sertifikasi kompetensi pada prinsipnya merupakan pendamping ijazah. SKPI ini juga menjadi lompatan tersendiri bagi mahasiswa atau lulusan, agar nanti bisa lebih mudah diterima di industri. Pasalnya, mereka sudah mempunyai kualifikasi khusus. Adapun Ija Suntana menegaskan, SKPI dapat mendorong atau membantu mahasiswa untuk bisa menjelaskan kepada user tentang kualitas dirinya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung, Dr. H. Darajat Wibawa, M.Si mengungkapkan, webinar tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran dan pemahaman secara komprehensif terkait proses memdapatkan sertifikat profesi sebagai surat keterangan pendamping ijazah (SKPI).
SKPI memliki kedudukan yg sangat penting bagi mahasiswa dan alumni setelah mereka lulus menempuh pendidikan sarjana. “Melalui SKPI yang dikeluarkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), maka akan telihat kompetensi apa saja yg dimiliki para alumni tersebut,” pungkas Darajat. Isr